Gas mudah terbakar (combustible gas) adalah salah satu elemen yang sangat penting dalam banyak industri. Gas ini memiliki kemampuan untuk terbakar ketika bercampur dengan oksigen di udara dan terdapat sumber panas atau api. Namun, penggunaan gas ini membutuhkan pengawasan ketat karena berpotensi menimbulkan risiko kebakaran atau ledakan jika tidak dikelola dengan baik.
Artikel ini akan membahas apa itu gas mudah terbakar, konsep LEL dan UEL, perbedaan dengan gas yang mudah menyala, serta faktor-faktor yang membuat gas menjadi mudah terbakar.
Baca Juga : Begini Cara Mendeteksi Gas H2S Yang Berada di Udara Sekitar!
Apa Itu Gas Mudah Terbakar?
Gas mudah terbakar adalah jenis gas yang dapat menyala atau terbakar ketika konsentrasinya di udara mencapai tingkat tertentu dan terdapat sumber penyulut, seperti percikan api. Gas ini sering digunakan dalam berbagai aplikasi, mulai dari bahan bakar rumah tangga hingga proses industri besar.
Jenis-Jenis Gas Yang Mudah Terbakar
1. Hidrogen (H₂)
Hidrogen (H₂) adalah gas yang sangat ringan dan mudah terbakar dengan sifat yang unik. Gas ini tidak berwarna, tidak berbau, dan memiliki tingkat difusi yang sangat tinggi, sehingga dapat dengan mudah bocor melalui celah kecil. Hidrogen sering digunakan dalam industri kimia, terutama dalam produksi amonia dan pemrosesan minyak bumi. Meskipun ramah lingkungan karena hanya menghasilkan air saat terbakar, hidrogen memiliki risiko tinggi karena dapat membentuk campuran eksplosif dengan udara dalam rentang konsentrasi yang luas.
2. Metana (CH₄)
Metana (CH₄) merupakan komponen utama gas alam dan salah satu gas paling melimpah yang dihasilkan dari proses alami seperti dekomposisi bahan organik di rawa-rawa serta aktivitas pertambangan batubara. Gas ini lebih ringan dari udara dan mudah terbakar, dengan nyala api biru yang hampir tidak terlihat. Karena sifatnya yang tidak berwarna dan tidak berbau, metana sering dicampur dengan zat tambahan seperti merkaptan agar kebocorannya dapat dideteksi dengan mudah. Dalam kondisi tertentu, metana dapat membentuk campuran gas yang sangat eksplosif jika bercampur dengan udara di area tertutup.
3. Propana (C₃H₈)
Propana (C₃H₈) adalah gas yang banyak digunakan sebagai bahan bakar rumah tangga dan industri, terutama dalam bentuk LPG. Propana memiliki sifat yang lebih berat dari udara, sehingga cenderung mengendap di area rendah jika terjadi kebocoran. Gas ini dapat dengan mudah dicairkan dengan tekanan rendah, menjadikannya pilihan populer untuk penyimpanan dan transportasi energi. Namun, karena sifatnya yang mudah terbakar, propana harus disimpan dalam kondisi aman dan jauh dari sumber api untuk mencegah kebakaran atau ledakan.
4. Iso-butana (C₄H₁₀)
Iso-butana (C₄H₁₀) merupakan salah satu komponen LPG yang memiliki sifat mudah terbakar seperti propana. Gas ini sering digunakan sebagai bahan bakar dalam korek api, aerosol, serta pendingin dalam sistem refrigerasi. Meskipun lebih stabil dibandingkan beberapa gas lainnya, iso-butana tetap berisiko jika terakumulasi di ruang tertutup karena dapat menciptakan lingkungan yang mudah terbakar. Penyimpanan dan penggunaan gas ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kebocoran yang bisa berujung pada kecelakaan.
5. Etilena (C₂H₄)
Etilena (C₂H₄) adalah gas yang banyak digunakan dalam industri petrokimia, terutama sebagai bahan dasar dalam pembuatan plastik dan berbagai produk kimia. Gas ini tidak berwarna dan memiliki bau yang samar. Karena sifatnya yang sangat reaktif, etilena sering digunakan dalam proses produksi senyawa organik lainnya. Selain itu, gas ini juga memiliki peran alami dalam pematangan buah. Namun, karena sangat mudah terbakar dan bisa membentuk campuran eksplosif dengan udara, penggunaannya di industri harus dikontrol dengan ketat.
6. Toluena (C₆H₅CH₃)
Toluena (C₆H₅CH₃) adalah senyawa berbasis hidrokarbon yang sering digunakan sebagai pelarut dalam industri cat, tinta, dan bahan kimia lainnya. Toluena memiliki bau khas dan volatilitas yang tinggi, sehingga dapat dengan mudah menguap ke udara. Sifatnya yang mudah terbakar membuatnya berisiko tinggi jika digunakan di lingkungan yang tidak memiliki ventilasi cukup. Selain itu, paparan uap toluena dalam jangka panjang bisa berdampak buruk bagi kesehatan, seperti menyebabkan gangguan sistem saraf pusat.
7. Metanol (CH₃OH)
Metanol (CH₃OH) adalah jenis alkohol yang sering digunakan sebagai bahan bakar alternatif, pelarut industri, dan dalam pembuatan produk kimia lainnya. Meskipun sering dianggap sebagai sumber energi yang ramah lingkungan, metanol sangat beracun jika tertelan atau terhirup dalam jumlah berlebihan. Sifatnya yang mudah terbakar juga menjadikannya berbahaya dalam kondisi tertentu, terutama jika disimpan di tempat yang tidak sesuai. Karena metanol dapat terbakar dengan nyala api yang hampir tidak terlihat, sering kali kebakaran akibat metanol sulit dideteksi dengan mata telanjang.
8. Etanol (C₂H₅OH)
Etanol (C₂H₅OH) adalah jenis alkohol yang paling umum dikenal dan digunakan dalam berbagai aplikasi, mulai dari minuman beralkohol hingga bahan bakar dan disinfektan. Gas ini memiliki sifat mudah menguap dan mudah terbakar, dengan nyala api yang relatif lebih tenang dibandingkan metanol. Etanol sering digunakan dalam industri farmasi, kosmetik, dan bahan bakar bioetanol sebagai alternatif energi terbarukan. Meskipun lebih aman dibandingkan beberapa zat kimia lainnya, penggunaannya tetap memerlukan kehati-hatian terutama dalam penyimpanan dan transportasi untuk menghindari risiko kebakaran.
Baca Juga : Berbagai Cara Mendeteksi Gas Amonia (NH3) Di Sekitar Dengan Tepat dan Akurat!
LEL dan UEL: Batasan Konsentrasi untuk Keamanan

Konsep LEL (Lower Explosive Limit) dan UEL (Upper Explosive Limit) sangat penting dalam memahami risiko yang terkait dengan gas mudah terbakar. Berikut penjelasannya:
1. LEL (Lower Explosive Limit): Merupakan konsentrasi gas terendah di udara di mana gas tersebut dapat terbakar. Di bawah LEL, campuran gas dan udara terlalu “lean” atau tidak cukup untuk mendukung pembakaran.
2. UEL (Upper Explosive Limit): Adalah konsentrasi gas tertinggi di udara di mana gas masih dapat terbakar. Di atas UEL, campuran gas dan udara terlalu “rich” sehingga oksigen tidak cukup untuk pembakaran. Berikut contoh tabel penjelasan :
Gas | LEL (vol%) | UEL (vol%) |
Hydrogen (H₂) | 4 | 75.6 |
Methane (CH₄) | 5 | 15 |
Propane (C₃H₈) | 2.1 | 9.5 |
Iso-butane (C₄H₁₀) | 1.8 | 8.4 |
Ethylene (C₂H₄) | 2.7 | 34 |
Toluene (C₆H₅CH₃) | 1.2 | 7 |
Methanol (CH₃OH) | 5.5 | 44 |
Ethanol (C₂H₅OH) | 3.5 | 19 |
Dengan memahami LEL dan UEL, pekerja dapat mendeteksi potensi bahaya gas dalam ruang tertutup, seperti tangki penyimpanan atau ruang bawah tanah.
Perbedaan Gas Mudah Terbakar dan Gas yang Mudah Menyala
Istilah “mudah terbakar” (combustible) dan “mudah menyala” (flammable) sering dianggap sama, tetapi sebenarnya memiliki perbedaan mendasar:
1. Gas Mudah Terbakar (Combustible Gas):
Gas yang dapat terbakar, tetapi memerlukan suhu lebih tinggi untuk memulai pembakaran. Gas ini biasanya digunakan dalam sistem bahan bakar besar atau industri.
2. Gas Mudah Menyala (Flammable Gas):
Gas yang sangat mudah terbakar dengan sedikit percikan api atau suhu rendah. Gas ini memiliki titik nyala (flash point) yang lebih rendah dibandingkan gas mudah terbakar.
Contoh:
- Gas mudah menyala: Hidrogen (H₂), propana (C₃H₈).
- Gas mudah terbakar: Metana (CH₄), butana (C₄H₁₀).
Catatan penting: Semua gas yang mudah menyala adalah gas mudah terbakar, tetapi tidak semua gas mudah terbakar adalah gas yang mudah menyala.
Faktor yang Membuat Gas Menjadi Mudah Terbakar
Gas memiliki sifat kimia tertentu yang membuatnya mudah terbakar. Berikut adalah faktor-faktor utamanya:
- Komposisi Kimia:Gas hidrokarbon, seperti metana dan propana, memiliki atom karbon dan hidrogen yang mudah bereaksi dengan oksigen untuk menghasilkan energi. Semakin tinggi kandungan karbon, semakin besar energi yang dihasilkan dari pembakaran.
- Konsentrasi Gas di Udara:Gas hanya akan mudah terbakar jika konsentrasinya berada dalam rentang LEL dan UEL. Di luar rentang ini, pembakaran tidak dapat terjadi.
- Keberadaan Oksigen:Oksigen merupakan elemen penting untuk mendukung pembakaran. Tanpa oksigen yang cukup, gas tidak akan terbakar meskipun ada sumber panas.
- Sumber Penyulut:Gas membutuhkan sumber panas untuk memulai pembakaran. Sumber ini bisa berupa percikan listrik, api terbuka, atau panas dari mesin.
- Titik Nyala (Flash Point):Gas dengan titik nyala rendah lebih mudah terbakar dibandingkan gas dengan titik nyala tinggi. Misalnya, hidrogen memiliki titik nyala yang jauh lebih rendah dibandingkan metana.
Kesimpulan
Gas mudah terbakar adalah elemen penting dalam banyak industri, tetapi juga membawa resiko besar jika tidak dikelola dengan baik. Pemahaman tentang LEL, UEL, dan perbedaan antara gas mudah terbakar dan mudah menyala sangat diperlukan untuk memastikan keselamatan kerja.
Dengan mengenali faktor-faktor yang membuat gas mudah terbakar, perusahaan dapat menerapkan langkah-langkah preventif, seperti penggunaan gas detector dan sistem pengawasan ketat, untuk mencegah kecelakaan.
Dalam lingkungan industri yang melibatkan gas mudah terbakar, keselamatan adalah prioritas utama. Untuk itu penting juga bagi Anda untuk menggunakan gas detector untuk mendeteksi adanya kebocoran gas di lokasi tertentu.
Lakukan pemesanan gas detector hanya di PT Harsa Sinergi Mandiri sebagai distributor gas detector terbaik dan terpercaya di Indonesia. Semoga Bermanfaat!